Tahun
1968 banyak disebut sebagai tahun kelahiran musik reggae. Sebenarnya
tidak ada kejadian khusus yang menjadi penanda awal muasalnya,kecuali
peralihan selera musik masyarakat Jamaika dari Ska dan Rocsteady,yang
sempat populer di kalangan muda pada paruh awal hingga akhir tahun
1960-an,pada irama musik baru yang bertempo lebih lambat. Boleh jadi
hingar bingar dan tempo cepat Ska dan Rocksteady kurang mengena dengan
kondisi sosial dan ekonomi di Jamaika yang sedang penuh tekanan.
Kata
“reggae” diduga berasal dari pengucapan dalam logat Afrika dari kata
“ragged” (gerak kagok–seperti hentak badan pada orang yang menari dengan
iringan musik ska atau reggae). Irama musik reggae sendiri dipengaruhi
elemen musik R&B yang lahir di New Orleans, Soul, Rock, ritmik
Afro-Caribean (Calypso, Merengue, Rhumba) dan musik rakyat Jamaika yang
disebut Mento, yang kaya dengan irama Afrika. Irama musik yang banyak
dianggap menjadi pendahulu reggae adalah Ska dan Rocksteady, bentuk
interpretasi musikal R&B yang berkembang di Jamaika yang sarat
dengan pengaruh musik Afro-Amerika. Secara teknis dan musikal banyak
eksplorasi yang dilakukan musisi Ska, diantaranya cara mengocok gitar
secara terbalik (up-strokes), memberi tekanan nada pada nada lemah
(syncopated) dan ketukan drum multi-ritmik yang kompleks.
Teknik
para musisi Ska dan Rocsteady dalam memainkan alat musik, banyak
ditirukan oleh musisi reggae. Namun tempo musiknya jauh lebih lambat
dengan dentum bas dan rhythm guitar lebih menonjol. Karakter vokal
biasanya berat dengan pola lagu seperti pepujian (chant), yang
dipengaruhi pula irama tetabuhan, cara menyanyi dan mistik dari
Rastafari. Tempo musik yang lebih lambat, pada saatnya mendukung
penyampaian pesan melalui lirik lagu yang terkait dengan tradisi religi
Rastafari dan permasalahan sosial politik humanistik dan universal.
Album
“Catch A Fire” (1972) yang diluncurkan Bob Marley and The Wailers
dengan cepat melambungkan reggae hingga ke luar Jamaika. Kepopuleran
reggae di Amerika Serikat ditunjang pula oleh film The Harder They Come
(1973) dan dimainkannya irama reggae oleh para pemusik kulit putih
seperti Eric Clapton, Paul Simon, Lee ‘Scratch’ Perry dan UB40. Irama
reggae pun kemudian mempengaruhi aliran-aliran musik pada dekade
setelahnya, sebut saja varian reggae hip hop, reggae rock, blues, dan
sebagainya.
Akar musikal reggae terkait erat dengan tanah yang
melahirkannya: Jamaika. Saat ditemukan oleh Columbus pada abad ke-15,
Jamaika adalah sebuah pulau yang dihuni oleh suku Indian Arawak. Nama
Jamaika sendiri berasal dari kosa kata Arawak “xaymaca” yang berarti
“pulau hutan dan air”. Kolonialisme Spanyol dan Inggris pada abad ke-16
memunahkan suku Arawak, yang kemudian digantikan oleh ribuan budak
belian berkulit hitam dari daratan Afrika. Budak-budak tersebut
dipekerjakan pada industri gula dan perkebunan yang bertebaran di sana.
Sejarah kelam penindasan antar manusia pun dimulai dan berlangsung
hingga lebih dari dua abad. Baru pada tahun 1838 praktek perbudakan
dihapus, yang diikuti pula dengan melesunya perdagangan gula dunia.
Di
tengah kerja berat dan ancaman penindasan, kaum budak Afrika memelihara
keterikatan pada tanah kelahiran mereka dengan mempertahankan tradisi.
Mereka mengisahkan kehidupan di Afrika dengan nyanyian (chant) dan
bebunyian (drumming) sederhana. Interaksi dengan kaum majikan yang
berasal dari Eropa pun membekaskan produk silang budaya yang akhirnya
menjadi tradisi folk asli Jamaika. Bila komunitas kulit hitam di Amerika
atau Eropa dengan cepat luntur identitas Afrika mereka, sebaliknya
komunitas kulit hitam Jamaika masih merasakan kedekatan dengan tanah
leluhur.
Sejarah gerakan penyadaran identitas kaum kulit hitam,
yang kemudian bertemali erat dengan keberadaan musik reggae, mulai
disemai pada awal abad ke-20. Adalah Marcus Mosiah Garvey, seorang
pendeta dan aktivis kulit hitam Jamaika, yang melontarkan gagasan
“Afrika untuk Bangsa Afrika…” dan menyerukan gerakan repatriasi
(pemulangan kembali) masyarakat kulit hitam di luar Afrika. Pada tahun
1914, Garvey mendirikan Universal Negro Improvement Association (UNIA),
gerakan sosio-religius yang dinilai sebagai gerakan kesadaran identitas
baru bagi kaum kulit hitam.
Pada tahun 1916-1922, Garvey
meninggalkan Jamaika untuk membangun markas UNIA di Harlem, New York.
Konon sampai tahun 1922, UNIA memiliki lebih dari 7 juta orang pengikut.
Antara tahun 1928-1930 Garvey kembali ke Jamaika dan terlibat dalam
perjuangan politik kaum hitam dan pada tahun 1929 Garvey meramalkan
datangnya seorang raja Afrika yang menandai pembebasan ras kulit hitam
dari penindasan kaum Babylon (sebutan untuk pemerintah kolonial kulit
putih—merujuk pada kisah kitab suci tentang kaum Babylon yang menindas
bangsa Israel). Ketika Ras Tafari Makonnen dinobatkan sebagai raja
Ethiopia di tahun 1930, yang bergelar HIM Haile Selassie I, para
pengikut ajaran Garvey menganggap Ras Tafari sebagai sosok pembebas itu.
Mereka juga menganggap Ethiopia sebagai Zion—tanah damai bak surga—bagi
kaum kulit hitam di dalam maupun luar Afrika. Ajaran Garvey pun mewujud
menjadi religi baru bernama Rastafari dengan Haile Selassie sebagai
sosok yang di-tuhan-kan.
Pada bulan April 1966, karena ancaman
pertentangan sosial yang melibatkan kaum Rasta, pemerintah Jamaika
mengundang HIM Haile Selassie I untuk berkunjung menjumpai penghayat
Rastafari. Dia menyampaikan pesan menyediakan tanah di Ethiopia Selatan
untuk repatriasi Rasta. Namun Haile Selassie juga menekankan perlunya
Rasta untuk membebaskan Jamaika dari penindasan dan ketidak adilan dan
menjadikan Rastafari sebagai jalan hidup, sebelum mereka eksodus ke
Ethiopia.
Tahun-tahun setelahnya kredo gerakan tersebut makin
tersebar luas, yakni "Bersatunya kemanusiaan" adalah pesannya, musik
adalah modus operandinya, perdamaian di bumi seperti halnya di surga
(Zion) adalah tujuannya, memperjuangkan hak adalah caranya dan
melenyapkan segala bentuk penindasan fisik dan mental adalah esensi
perjuangannya.” Ketika Bob Marley menjadi pengikut Rastafari di tahun
1967 dan setahun kemudian disusul kelahiran reggae, maka modus operandi
penyebaran ajaran Rastafari pun ditemukan: reggae!
Bob Marley, Nabi Para Rasta
Terlahir
dengan nama Robert Nesta Marley pada Februari 1945 di St. Ann, Jamaika,
Bob Marley berayahkan seorang kulit putih dan ibu kulit hitam. Pada
tahun 1950-an Bob beserta keluarganya pindah ke ibu kota Jamaika,
Kingston. Di kota inilah obsesinya terhadap musik sebagai profesi
menemukan pelampiasan. Waktu itu Bob Marley banyak mendengarkan musik
R&B dan soul, yang kemudian hari menjadi inspirasi irama reggae,
melalui siaran radio Amerika. Selain itu di jalanan Kingston dia
menikmati hentakan irama Ska dan Steadybeat dan kemudian mencoba
memainkannya sendiri di studio-studio musik kecil di Kingston.
Bersama
Peter McIntosh dan Bunny Livingston, Bob membentuk The Wailing Wailers
yang mengeluarkan album perdana di tahun 1963 dengan hit “Simmer Down”.
Lirik lagu mereka banyak berkisah tentang “rude bwai” (rude boy),
anak-anak muda yang mencari identitas diri dengan menjadi berandalan di
jalanan Kingston. The Wailing Wailers bubar pada pertengahan 1960-an dan
sempat membuat penggagasnya patah arang hingga memutuskan untuk
berkelana di Amerika. Pada bulan April 1966 Bob kembali ke Jamaika,
bertepatan dengan kunjungan HIM Haile Selassie I —raja Ethiopia– ke
Jamaika untuk bertemu penganut Rastafari. Kharisma sang raja membawa Bob
menjadi penghayat ajaran Rastafari pada tahun 1967, dan bersama The
Wailer, band barunya yang dibentuk setahun kemudian bersama dua personil
lawas Mc Intosh dan Livingston, dia menyuarakan nilai-nilai ajaran
Rasta melalui reggae. Penganut Rastafari lantas menganggap Bob
menjalankan peran profetik sebagaimana para nabi, menyebarkan inspirasi
dan nilai Rasta melalui lagu-lagunya.
The Wailers bubar di tahun
1971, namun Bob segera membentuk band baru bernama Bob Marley and The
Wailers. Tahun 1972 album Catch A Fire diluncurkan. Menyusul kemudian
Burning (1973–berisi hits “Get Up, Stand Up” dan “ I Shot the Sheriff”
yang dipopulerkan Eric Clapton), Natty Dread (1975), Rastaman Vibration
(1976) dan Uprising (1981) yang makin memantapkan reggae sebagai musik
mainstream dengan Bob Marley sebagai ikonnya.
Pada tahun 1978,
Bob Marley menerima Medali Perdamaian dari PBB sebagai penghargaan atas
upayanya mempromosikan perdamaian melalui lagu-lagunya. Sayang, kanker
mengakhiri hidupnya pada 11 Mei 1981 saat usia 36 tahun di ranjang rumah
sakit Miami, AS, seusai menggelar konser internasional di Jerman. Sang
Nabi kaum Rasta telah berpulang, namun inspirasi humanistiknya tetap
mengalun sepanjang zaman.
One Love! One Heart!
Lets get together and feel all right.
Hear the children cryin (One Love!);
Hear the children cryin (One Heart!)
(One Love / People Get Ready)
Dreadlock (gimbal)
Selain
Bob Marley dan Jamaika, rambut gimbal atau lazim disebut “dreadlocks”
menjadi titik perhatian dalam fenomena reggae. Saat ini dreadlock selalu
diidentikkan dengan musik reggae, sehingga secara kaprah orang
menganggap bahwa para pemusik reggae yang melahirkan gaya rambut
bersilang-belit (locks) itu. Padahal jauh sebelum menjadi gaya, rambut
gimbal telah menyusuri sejarah panjang.
Konon, rambut gimbal
sudah dikenal sejak tahun 2500 SM. Sosok Tutankhamen, seorang fir’aun
dari masa Mesir Kuno, digambarkan memelihara rambut gimbal. Demikian
juga Dewa Shiwa dalam agama Hindu. Secara kultural, sejak beratus tahun
yang lalu banyak suku asli di Afrika, Australia dan New Guinea yang
dikenal dengan rambut gimbalnya. Di daerah Dieng, Wonosobo hingga kini
masih tersisa adat memelihara rambut gimbal para balita sebagai ungkapan
spiritualitas tradisional.
Membiarkan rambut tumbuh memanjang
tanpa perawatan, sehingga akhirnya saling membelit membentuk gimbal,
memang telah menjadi bagian praktek gerakan-gerakan spiritualitas di
kebudayaan Barat maupun Timur. Kaum Nazarit di Barat, dan para penganut
Yogi, Gyani dan Tapasvi dari segala sekte di India, memiliki rambut
gimbal yang dimaksudkan sebagai pengingkaran pada penampilan fisik yang
fana, menjadi bagian dari jalan spiritual yang mereka tempuh. Selain itu
ada kepercayaan bahwa rambut gimbal membantu meningkatkan daya tahan
tubuh, kekuatan mental-spiritual dan supernatural. Keyakinan tersebut
dilatari kepercayaan bahwa energi mental dan spiritual manusia keluar
melalui ubun-ubun dan rambut, sehingga ketika rambut terkunci belitan
maka energi itu akan tertahan dalam tubuh.
Seiring dimulainya
masa industrial pada abad ke-19, rambut gimbal mulai sulit diketemukan
di daerah Barat. Sampai ketika pada tahun 1914 Marcus Garvey
memperkenalkan gerakan religi dan penyadaran identitas kulit hitam lewat
UNIA, aspek spiritualitas rambut gimbal dalam agama Hindu dan kaum
tribal Afrika diadopsi oleh pengikut gerakan ini. Mereka menyebut diri
sebagai kaum “Dread” untuk menyatakan bahwa mereka memiliki rasa gentar
dan hormat (dread) pada Tuhan. Rambut gimbal para Dread iniah yang
memunculkan istilah dreadlocks—tatanan rambut para Dread. Saat
Rastafarianisme menjadi religi yang dikukuhi kelompok ini pada tahun
1930-an, dreadlocks juga menjelma menjadi simbolisasi sosial Rasta
(pengikut ajaran Rastafari).
Simbolisasi ini kental terlihat
ketika pada tahun 1930-an Jamaika mengalami gejolak sosial dan politik.
Kelompok Rasta merasa tidak puas dengan kondisi sosial dan pemerintah
yang ada, lantas membentuk masyarakat tersendiri yang tinggal di
tenda-tenda yang didirikan diantara semak belukar. Mereka memiliki
tatanan nilai dan praktek keagamaan tersendiri, termasuk memelihara
rambut gimbal. Dreadlocks juga mereka praktekkan sebagai pembeda dari
para “baldhead” (sebutan untuk orang kulit putih berambut pirang), yang
mereka golongkan sebagai kaum Babylon—istilah untuk penguasa penindas.
Pertengahan tahun 1960-an perkemahan kelompok Rasta ditutup dan mereka
dipindahkan ke daerah Kingston, seperti di kota Trench Town dan
Greenwich, tempat dimana musik reggae lahir pada tahun 1968.
Ketika
musik reggae memasuki arus besar musik dunia pada akhir tahun 1970-an,
tak pelak lagi sosok Bob Marley dan rambut gimbalnya menjadi ikon baru
yang dipuja-puja. Dreadlock dengan segera menjadi sebuah trend baru
dalam tata rambut dan cenderung lepas dari nilai spiritualitasnya.
Apalagi ketika pada tahun 1990-an, dreadlocks mewarnai penampilan para
musisi rock dan menjadi bagian dari fashion dunia. Dreadlock yang
biasanya membutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk terbentuk, sejak
saat itu bisa dibuat oleh salon-salon rambut hanya dalam lima jam! Aneka
gaya dreadlock pun ditawarkan, termasuk rambut aneka warna dan “dread
perms” alias gaya dreadlock yang permanen.
Meski cenderung lebih
identik dengan fashion, secara mendasar dreadlock tetap menjadi bentuk
ungkap semangat anti kekerasan, anti kemapanan dan solidaritas untuk
kalangan minoritas tertindas.
REGGAE & RASTAFARIAN
Reggae
merupakan salah satu jenis aliran musik yang sudah tidak asing lagi,
meskipun komunitas pecinta musik reggae di Indonesia terbilang tidak
terlalu banyak.
Sayangnya, meskipun menyuarakan perdamaian,
banyak pula yang memandang negatif terhadap komunitas penggemar musik
reggae. Mereka diidentikkan dengan kehidupan bebas serta konsumsi daun
ganja.
Irama musik reggae ini, terdengar mengasyikkan. Iramanya
yang dinamis, membuat pendengarnya terhanyut. Mereka ikut menghayati
lirik-lirik dalam sebuah lagu berirama reggae ini.
Sepintas,
penampilan para penggemar musik reggae ini seakan menunjukkan gaya hidup
yang masa bodoh. Kaos oblong, jeans belel, serta rambut gimbal,
menambah lusuh penampilannya.
Ditambah lagi dengan adanya
stereotipe negatif yang selama ini muncul. Musik reggae terkesan identik
dengan ganja, mariyuana, serta seks bebas. Hal itu diperkuat oleh
kenyataan di mana petugas kebersihan kerap menemukan sisa lintingan
ganja yang habis dibakar, seusai pertunjukkan musik reggae.
Soal
penggunaan ganja untuk menikmati musik reggae tidaklah diterima oleh
seluruh penikmat musik reggae. Menurut mereka, reggae sebetulnya adalah
musik yang membawa pesan perdamaian.
Sehingga tak ada hubungannya
sama sekali dengan penggunaan ganja yang merupakan benda ilegal untuk
dikonsumsi secara bebas.Musik reggae semakin populer ke seluruh penjuru
dunia di era tahun 1980-an, termasuk di Indonesia. Akar musik ini adalah
musik ska, yang temponya lebih cepat dibandingkan reggae.
Dan
kematian Bob Marley pada tahun 1981, malah semakin membuat musik dinamis
ini menjadi semakin digemari.Bisa jadi, penggemar musik yang menghisap
ganja saat mendengar lagu-lagu reggae, sebetulnya terbawa oleh upaya
meniru perilaku perilaku negatif idolanya.
Pada praktiknya,
menghisap ganja dapat memunculkan fantasi tertentu bagi penggunanya. Dan
ini yang diyakini oleh sebagian orang agar dapat membuat mereka lebih
menikmati musik yang dimainkan.
Bagi sebagian orang, reggae
sebetulnya dapat memberikan pengaruh yang positif. Selain lirik lagu
reggae berisi pesan perdamaian, juga memberikan dorongan untuk membuat
hidup lebih baik.
Pesan perjuangan yang diusung dalam musik
reggae, diilhami dari kondisi sosial di Afrika, khususnya di Jamaika,
yang merupakan daerah koloni negara-negara Eropa.
Karena itu, tidak heran orang-orang yang bernasib serupa dengan orang Jamaika, akhirnya juga menyukai reggae.
Namun,
tidak semua penggemar reggae memahami makna di balik gelora musik ini.
Sebagian masih melihatnya sekedar sebagai hiburan belaka, yang
berkonotasi dengan suasana santai, atau liburan.
Sebutan rastaman
muncul karena musik reggae awalnya diusung oleh penganut rastafari.
Masalahnya, banyak yang menyalahartikan identitas rastafari. Padahal,
para penganut rastafari tidak identik dengan alkohol atau pun ganja.
Bahkan, mereka tidak memakan daging alias vegetarian.
Sejatinya,
rastafari awalnya merupakan suatu gerakan yang populer di Karibia.
Gerakan ini menolak bangsa Afrika berada dalam penindasan kulit
putih.Ras Muhamad(musisi reggae Indonesia) yang menjalani falsafah
rastafari sejak sepuluh tahun terakhir mengakui, di Indonesia terdapat
bias dalam memandang rastafari.
Sesungguhnya, penganut rastafari
yang disebut sebagai rastaman, atau rastafarian tidak mengkonsumsi
alkohol, obat bius, ganja, dan beberapa diantaranya adalah vegetarian.
Perbedaan cara memandang pada gerakan ini lebih disebabkan minimnya
sumber-sumber informasi yang benar-benar paham akan rastafari.
Sehingga
justru yang timbul dan diikuti oleh sebagian orang adalah perilaku
negatifnya saja.Salah satu musisi Jamaika, Bob Marley, yang juga
menganut rastafarian, memberi andil yang signifikan dalam mempopulerkan
reggae ke dunia internasional.
Tembang-tembang yang dimainkan oleh Bob Marley memanifestasikan gerakan perjuangannya melawan rezim apartheid di Afrika.
Lagu
dalam musik reggae yang berisi pesan perdamaian, serta perjuangan
terhadap kehidupan maupun kritik-kritik sosial dilatarbelakangi situasi
di Afrika, lebih khusus lagi di Jamaika, yang kerap mengalami pertikaian
politik.
Lagu-lagu yang berakar dari musik Jamaika, seperti
reggae atau ska, yang sarat dengan semangat anti perbudakan, keinginan
untuk hidup mandiri, serta memiliki tujuan yang jelas dalam hidup,
merupakan bagian yang tidak jauh berbeda dengan falsafah Rastafari.
Namun,
bagian positif seperti ini kerap luput dari pandangan banyak penggemar
reggae. Sebagian besar justru lebih banyak terbawa arus gaya hidup sang
legenda, Bob Marley.
Kalangan musisi yang bergelut di aliran
musik reggae menyayangkan kaum pecinta reggae yang tidak mengerti makna
sesungguhnya, musik yang satu ini. Mereka berharap, para pecinta reggae
menghayati makna terdalam dari musik yang satu ini agar aliran ini tidak
dimanfaatkan untuk menjaring kaum remaja ke arah yang negatif.
Saat
ini banyak penggemar reggae yang menamai diri rastaman, tetapi
menjalani gaya hidup yang seenaknya, yang bertolak belakang dengan
pandangan penganut rastafari. Padahal, meski berasal dari kawasan yang
sama, reggae dan rastafari merupakan dua hal yang berbeda.
Begitu
kentalnya nuansa falsafah rastafarian dalam ratusan tembang yang
dicipta dan dibawakan musisi reggae, membuat citra reggae dan
rastafarian sulit untuk dipisahkan.
Minimnya informasi mengenai
esensi dari reggae dan rastafarian membuat pengertian antar keduanya
menjadi tumpang tindih. Bahkan, ada orang yang menggunakan kata rasta
sebagai kata ganti untuk mariyuana, atau ganja.
Sehingga beberapa
orang merasa takut untuk disebut sebagai rastaman, karena berkonotasi
negatif. Dalam hal penggunaan ganja, Tony Q(musisi reggae Indonesia)
yang sudah belasan tahun bergelut di musik reggae, baik di dalam negeri,
maupun mancanegara, punya pengalaman tersendiri dalam hal penggunaan
ganja sebagai benda terlarang.
Jika diamati, para musisi reggae
memang punya simpati kuat pada kaum rastafarian. Karena itu, mereka
keberatan jika reggae dikonotasikan identik dengan kehidupan yang
negatif. Kendati sebagai hiburan, musik reggae sejatinya berisi pesan
positif.
Pada intinya, setelah melalui perjalanan panjangnya,
reggae dan rastafarian bisa dibilang punya arah yang sama. Membawa pesan
kasih sayang dan perdamaian, bukan sekedar berambut gimbal atau tampil
berantakan.
Tak kenal maka tak sayang. Itulah jeritan hati
pecinta reggae sejati. Kebebasan yang mereka inginkan, bukanlah
kebebasan tanpa batas lewat pengaruh daun ganja.
Tahun 1968 banyak disebut sebagai tahun kelahiran musik reggae.
Sebenarnya tidak ada kejadian khusus yang menjadi penanda awal
muasalnya, kecuali peralihan selera musik masyarakat Jamaika dari Ska
dan Rocsteady, yang sempat populer di kalangan muda pada paruh awal
hingga akhir tahun 1960-an, pada irama musik baru yang bertempo lebih
lambat : reggae. Boleh jadi hingar bingar dan tempo cepat Ska dan
Rocksteady kurang mengena dengan kondisi sosial dan ekonomi di Jamaika
yang sedang penuh tekanan.
Kata “reggae” diduga berasal dari
pengucapan dalam logat Afrika dari kata “ragged” (gerak kagok–seperti
hentak badan pada orang yang menari dengan iringan musik ska atau
reggae). Irama musik reggae sendiri dipengaruhi elemen musik R&B
yang lahir di New Orleans, Soul, Rock, ritmik Afro-Caribean (Calypso,
Merengue, Rhumba) dan musik rakyat Jamaika yang disebut Mento, yang kaya
dengan irama Afrika. Irama musik yang banyak dianggap menjadi pendahulu
reggae adalah Ska dan Rocksteady, bentuk interpretasi musikal R&B
yang berkembang di Jamaika yang sarat dengan pengaruh musik
Afro-Amerika. Secara teknis dan musikal banyak eksplorasi yang dilakukan
musisi Ska, diantaranya cara mengocok gitar secara terbalik
(up-strokes) , memberi tekanan nada pada nada lemah (syncopated) dan
ketukan drum multi-ritmik yang kompleks.
Teknik para musisi Ska
dan Rocsteady dalam memainkan alat musik, banyak ditirukan oleh musisi
reggae. Namun tempo musiknya jauh lebih lambat dengan dentum bas dan
rhythm guitar lebih menonjol. Karakter vokal biasanya berat dengan pola
lagu seperti pepujian (chant), yang dipengaruhi pula irama tetabuhan,
cara menyanyi dan mistik dari Rastafari. Tempo musik yang lebih lambat,
pada saatnya mendukung penyampaian pesan melalui lirik lagu yang terkait
dengan tradisi religi Rastafari dan permasalahan sosial politik
humanistik dan universal.
Album “Catch A Fire” (1972) yang
diluncurkan Bob Marley and The Wailers dengan cepat melambungkan reggae
hingga ke luar Jamaika. Kepopuleran reggae di Amerika Serikat ditunjang
pula oleh film The Harder They Come (1973) dan dimainkannya irama reggae
oleh para pemusik kulit putih seperti Eric Clapton, Paul Simon, Lee
‘Scratch’ Perry dan UB40. Irama reggae pun kemudian mempengaruhi
aliran-aliran musik pada dekade setelahnya, sebut saja varian reggae hip
hop, reggae rock, blues, dan sebagainya.
Jamaika
Akar
musikal reggae terkait erat dengan tanah yang melahirkannya: Jamaika.
Saat ditemukan oleh Columbus pada abad ke-15, Jamaika adalah sebuah
pulau yang dihuni oleh suku Indian Arawak. Nama Jamaika sendiri berasal
dari kosa kata Arawak “xaymaca” yang berarti “pulau hutan dan air”.
Kolonialisme Spanyol dan Inggris pada abad ke-16 memunahkan suku Arawak,
yang kemudian digantikan oleh ribuan budak belian berkulit hitam dari
daratan Afrika. Budak-budak tersebut dipekerjakan pada industri gula dan
perkebunan yang bertebaran di sana. Sejarah kelam penindasan antar
manusia pun dimulai dan berlangsung hingga lebih dari dua abad. Baru
pada tahun 1838 praktek perbudakan dihapus, yang diikuti pula dengan
melesunya perdagangan gula dunia.
Di tengah kerja berat dan
ancaman penindasan, kaum budak Afrika memelihara keterikatan pada tanah
kelahiran mereka dengan mempertahankan tradisi. Mereka mengisahkan
kehidupan di Afrika dengan nyanyian (chant) dan bebunyian (drumming)
sederhana. Interaksi dengan kaum majikan yang berasal dari Eropa pun
membekaskan produk silang budaya yang akhirnya menjadi tradisi folk asli
Jamaika. Bila komunitas kulit hitam di Amerika atau Eropa dengan cepat
luntur identitas Afrika mereka, sebaliknya komunitas kulit hitam Jamaika
masih merasakan kedekatan dengan tanah leluhur.
Musik reggae
sendiri pada awalnya lahir dari jalanan Getho (perkampungan kaum
rastafaria) di Kingson ibu kota Jamaika. Inilah yang menyebabkan gaya
rambut gimbal menghiasi para musisi reggae awal dan lirik-lirik lagu
reggae sarat dengan muatan ajaran rastafari yakni kebebasan, perdamaian,
dan keindahan alam, serta gaya hidup bohemian. Masuknya reggae sebagai
salah satu unsur musik dunia yang juga mempengaruhi banyak musisi dunia
lainnya, otomatis mengakibatkan aliran musik satu ini menjadi barang
konsumsi publik dunia. Maka, gaya rambut gimbal atau dreadlock serta
lirik-lirik ‘rasta’ dalam lagunya pun menjadi konsumsi publik. Dalam
kata lain, dreadlock dan ajaran rasta telah menjadi produksi pop,
menjadi budaya pop, seiring berkembangnya musik reggae sebagai sebuah
musik pop.
Musik reggae, sebutan rastaman, telah menjadi satu
bentuk subkultur baru di negeri ini, di mana dengannya anak muda
menentukan dan menggolongkan dirinya. Di sini, musik reggae menjadi
penting sebagai sebuah selera, dan rastaman menjadi sebuah identitas
komunal kelompok social tertentu. Tinggal bagaimana para pengamat social
dan juga para anggota komunitas itu memahami diri dan kultur yang
dipilihnya, agar tidak terjadi penafsiran keliru yang berbahaya bagi
mereka. Penggunaan ganja adalah salah satu contohnya, di mana reggae
tidak identik dengan ganja serta rastafarianisme pun bukanlah sebuah
komunitas para penghisap ganja.
Sebuah lagu dari “Peter Tosh”
(nama aslinya Peter McIntosh), pentolan The Wairles yang akhirnya
bersolo karier. Dalam lagu ini, Peter Tosh menyatakan dukungannya dan
tuntutannya untuk melegalkan ganja. Karena lagu ini, ia sempat ditangkap
dan disiksa polisi Jamaika.
Menurut sejarah Jamaica, budak yang
membawa drum dari Africa disebut “Burru” yang jadi bagian aransemen lagu
yang disebut “talking drums” (drum yang bicara) yang asli dari Africa
Barat. “Jonkanoo” adalah musik budaya campuran Afrika, Eropa dan Jamaika
yang terdiri dari permainan drum, rattle (alat musik berderik) dan
conch tiup. Acara ini muncul saat natal dilengkapi penari topeng.
Jonkanoos pada awalnya adalah tarian para petani, yang belakangan baru
disadari bahwa sebenarnya mereka berkomunikasi dengan drum dan conch
itu. Tahun berikutnya, Calypso dari Trinidad & Tobago datang membawa
Samba yang berasal dari Amerika Tengah dan diperkenalkan ke orang -
orang Jamaika untuk membentuk sebuah campuran baru yang disebut Mento.
Mento sendiri adalah musik sederhana dengan lirik lucu diiringi gitar,
banjo, tambourine, shaker, scraper dan rumba atau kotak bass. Bentuk ini
kemudian populer pada tahun 20 dan 30an dan merupakan bentuk musik
Jamaika pertama yang menarik perhatian seluruh pulaunya. Saat ini Mento
masih bisa dinikmati sajian turisme. SKA yang sudah muncul pada tahun 40
- 50an sebenarnya disebutkan oleh History of Jamaican Music,
dipengaruhi oleh Swing, Rythym & Blues dari Amrik. SKA sebenarnya
adalah suara big band dengan aransemen horn (alat tiup), piano, dan
ketukan cepat “bop”. Ska kemudian dengan mudah beralih dan menghasilkan
bentuk tarian “skankin” pad awal 60an. Bintang Jamaica awal antara lain
Byron Lee and the Dragonaires yang dibentuk pada 1956 yang kemudian
dianggap sebagai pencipta “ska”. Perkembangan Ska yang kemudian
melambatkan temponya pada pertengahan 60an memunculkan “Rock Steady”
yang punta tune bass berat dan dipopulerkan oleh Leroy Sibbles dari
group Heptones dan menjadi musik dance Jamaika pertama di 60an.
“Reggae
& Rasta”Bob Marley tentunya adalah bimtang musik “dunia ketiga”
pertama yang jadi penyanyi group Bob Marley & The Wailers dan
berhasil memperkenalkan reggae lebih universal. Meskipun demikian,
reggae dianggap banyak orang sebagai peninggalan King of Reggae Music,
Hon. Robert Nesta Marley. Ditambah lagi dengan hadirnya “The Harder they
Come” pada tahun 1973, Reggae tambah dikenal banyak orang. Meninggalnya
Bob Marley kemudian memang membawa kesedihan besar buat dunia, namun
penerusnya seperti Freddie McGregor, Dennis Brown, Garnett Silk, Marcia
Fiffths dan Rita Marley serta beberapa kerabat keluarga Marley
bermunculan. Rasta adalah jelas pembentuk musik Reggae yang dijadikan
senjata oleh Bob Marley untuk menyebarkan Rasta keseluruh dunia. Musik
yang luar biasa ini tumbuh dari ska yang menjadi elemen style American
R&B dan Carribean. Beberapa pendapat menyatakan juga ada pengaruh :
folk music, musik gereja Pocomania, Band jonkanoo, upacara - upacara
petani, lagu kerja tanam, dan bentuk mento. Nyahbingi adalah bentuk
musik paling alami yang sering dimainkan pada saat pertemuan - pertemuan
Rasta, menggunakan 3 drum tangan (bass, funde dan repeater : contoh ada
di Mystic Revelation of Rastafari). Akar reggae sendiri selalu
menyelami tema penderitaan buruh paksa (ghetto dweller), budak di
Babylon, Haile Selassie (semacam manusia dewa) dan harapan kembalinya
Afrika. Setelah Jamaica merdeka 1962, buruknya perkembangan pemerintahan
dan pergerakan Black Power di US kemudian mendorong bangkitnya Rasta.
Berbagai kejadian monumentalpun terjadi seiring perkembangan ini.
“Apa
sih Reggae”Reggae sendiri adalah kombinasi dari iringan tradisional
Afrika, Amerika dan Blues serta folk (lagu rakyat) Jamaika. Gaya
sintesis ini jelas menunjukkan keaslian Jamaika dan memasukkan ketukan
putus - putus tersendiri, strumming gitar ke arah atas, pola vokal yang
‘berkotbah’ dan lirik yang masih seputar tradisi religius Rastafari.
Meski banyak keuntungan komersial yang sudah didapat dari reggae,
Babylon (Jamaika), pemerintah yang ketat seringkali dianggap membatasi
gerak namun bukan aspek politis Rastafarinya. “Reg-ay” bisa dibilang
muncul dari anggapan bahwa reggae adalah style musik Jamaika yang
berdasar musik soul Amerika namun dengan ritem yang ‘dibalik’ dan
jalinan bass yang menonjol. Tema yang diangkat emang sering sekitar
Rastafari, protes politik, dan rudie (pahlawan hooligan). Bentuk yang
ada sebelumnya (ska & rocksteady) kelihatan lebih kuat pengaruh
musik Afrika - Amerika-nya walaupun permainan gitarnya juga mengisi
‘lubang - lubang’ iringan yang kosong serta drum yang kompleks. Di
Reggae kontemporer, permainan drum diambil dari ritual Rastafarian yang
cenderung mistis dan sakral, karena itu temponya akan lebih kalem dan
bertitik berat pada masalah sosial, politik serta pesan manusiawi.
“Tidak asli Jamaika”
Reggae
memang adalah musik unik bagi Jamaika, ironisnya akarnya berasal dari
New Orleans R&B. Nenek moyang terdekatnya, ska berasal berasal dari
New Orleans R&B yang didengar para musisi Jamaika dari siaran radio
Amrik lewat radio transistor mereka. Dengan berpedoman pada iringan
gitar pas - pasan dan putus - putusadalah interprestasi mereka akan
R&B dan mampu jadi populer di tahun 60an. Selanjutnya semasa musim
panas yang terik, merekapun kepanasan kalo musti mainin ska plus
tarinya, hasilnya lagunya diperlambat dan lahirlah Reggae. Sejak itu,
Reggae terbukti bisa jadi sekuat Blues dan memiliki kekuatan
interprestasi yang juga bisa meminjam dari Rocksteady (dulu) dan bahkan
musik Rock (sekarang). Musik Afrika pada dasarnya ada di kehidupan
sehari-hari, baik itu di jalan, bus, tempat umum, tempat kerja ato rumah
yang jadi semacam semangat saat kondisi sulit dan mampu memberikan
kekuatan dan pesan tersendiri. Hasilnya, Reggae musik bukan cuma
memberikan relaksasi, tapi juga membawa pesan cinta, damai, kesatuan dan
keseimbangan serta mampu mengendurkan ketegangan.
“It’s Influences”
Saat
rekaman Jamaika telah tersebar ke seluruh dunia, sulit rasanya
menyebutkan berapa banyak genre musik popular sebesar Reggae selama dua
dekade. Hits - hits Reggae bahkan kemudian telah dikuasai oleh bintang
Rock asli mulai Eric Clapton sampai Stones hingga Clash dan Fugees.
Disamping itu, Reggae juga dianggap banyak mempengaruhi pesona tari
dunia tersendiri. Budaya ‘Dancehall’ Jamaika yang menonjol plus sound
system megawatt, rekaman yang eksklusif, iringan drum dan bass, dan
lantunan rap dengan iringannya telah menjadi budaya tari dan tampilan
yang luar biasa.Inovasi Reggae lainnya adalah Dub remix yang sudah
diasimilasi menjadi musik populer lainnya lebih luas lagi.
Menurut sejarah
Jamaica, budak yang membawa drum dari Africa disebut "Burru"yang jadi
bagian aransemen lagu yang disebut "talking drums" (drum yang bicara)
yang asli dari Africa Barat. "Jonkanoo" adalah musik budaya campuran
Afrika, Eropa dan Jamaika yang terdiri dari permainan drum, rattle (alat
musik berderik) dan conch tiup. Acara ini muncul saat natal dilengkapi
penari topeng. Jonkanoos pada awalnya adalah tarian para petani, yang
belakangan baru disadari bahwa sebenarnya mereka berkomunikasi dengan
drum dan conch itu. Tahun berikutnya, Calypso dari Trinidad & Tobago
datang membawa Samba yang berasal dari Amerika Tengah dan diperkenalkan
ke orang - orang Jamaika untuk membentuk sebuah campuran baru yang
disebut Mento. Mento sendiri adalah musik sederhana dengan lirik lucu
diiringi gitar, banjo, tambourine, shaker, scraper dan rumba atau kotak
bass. Bentuk ini kemudian populer pada tahun 20 dan 30an dan merupakan
bentuk musik Jamaika pertama yang menarik perhatian seluruh pulaunya.
Saat ini Mento masih bisa dinikmati sajian turisme. SKA yang sudah
muncul pada tahun 40 - 50an sebenarnya disebutkan oleh History of
Jamaican Music, dipengaruhi oleh Swing, Rythym & Blues dari Amrik.
SKA sebenarnya adalah suara big band dengan aransemen horn (alat tiup),
piano, dan ketukan cepat "bop". Ska kemudian dengan mudah beralih dan
menghasilkan bentuk tarian "skankin" pada awal 60an. Bintang Jamaica
awal antara lain Byron Lee and the Dragonaires yang dibentuk pada 1956
yang kemudian dianggap sebagai pencipta "ska". Perkembangan Ska yang
kemudian melambatkan temponya pada pertengahan 60an memunculkan "Rock
Steady" yang punta tune bass berat dan dipopulerkan oleh Leroy Sibbles
dari group Heptones dan menjadi musik dance Jamaika pertama di 60an.
Reggae & Rasta
Bob
Marley tentunya adalah bintang musik "dunia ketiga" pertama yang jadi
penyanyi group Bob Marley & The Wailers dan berhasil memperkenalkan
reggae lebih universal. Meskipun demikian, reggae dianggap banyak orang
sebagai peninggalan King of Reggae Music, Hon. Robert Nesta Marley.
Ditambah lagi dengan hadirnya "The Harder they Come" pada tahun 1973,
Reggae tambah dikenal banyak orang. Meninggalnya Bob Marley kemudian
memang membawa kesedihan besar buat dunia, namun penerusnya seperti
Freddie McGregor, Dennis Brown, Garnett Silk, Marcia Fiffths dan Rita
Marley serta beberapa kerabat keluarga Marley bermunculan. Rasta adalah
jelas pembentuk musik Reggae yang dijadikan senjata oleh Bob Marley
untuk menyebarkan Rasta keseluruh dunia. Musik yang luar biasa ini
tumbuh dari ska yang menjadi elemen style American R&B dan
Carribean. Beberapa pendapat menyatakan juga ada pengaruh : folk music,
musik gereja Pocomania, Band jonkanoo, upacara - upacara petani, lagu
kerja tanam, dan bentuk mento. Nyahbingi adalah bentuk musik paling
alami yang sering dimainkan pada saat pertemuan - pertemuan Rasta,
menggunakan 3 drum tangan (bass, funde dan repeater : contoh ada di
Mystic Revelation of Rastafari). Akar reggae sendiri selalu menyelami
tema penderitaan buruh paksa (ghetto dweller), budak di Babylon, Haile
Selassie (semacam manusia dewa) dan harapan kembalinya Afrika. Setelah
Jamaica merdeka 1962, buruknya perkembangan pemerintahan dan pergerakan
Black Power di US kemudian mendorong bangkitnya Rasta. Berbagai kejadian
monumental pun terjadi seiring perkembangan ini.
Reggae ???
Reggae sendiri adalah kombinasi dari iringan tradisional Afrika, Amerika dan
Blues
serta folk (lagu rakyat) Jamaika. Gaya sintesis ini jelas menunjukkan
keaslian Jamaika dan memasukkan ketukan putus – putus tersendiri,
strumming gitar ke arah atas, pola vokal yang 'berkotbah' dan lirik yang
masih seputar tradisi religius Rastafari. Meski banyak keuntungan
komersial yang sudah didapat dari reggae, Babylon (Jamaika), pemerintah
yang ketat seringkali dianggap membatasi gerak namun bukan aspek politis
Rastafarinya. "Reg-ay" bisa dibilang muncul dari anggapan bahwa reggae
adalah style musik Jamaika yang berdasar musik soul Amerika namun dengan
ritem yang 'dibalik' dan jalinan bass yang menonjol. Tema yang diangkat
emang sering sekitar Rastafari, protes politik, dan rudie (pahlawan
hooligan). Bentuk yang ada sebelumnya (ska & rocksteady) kelihatan
lebih kuat pengaruh musik Afrika - Amerika-nya walaupun permainan
gitarnya juga mengisi 'lubang - lubang' iringan yang kosong serta drum
yang kompleks. Di Reggae kontemporer, permainan drum diambil dari ritual
Rastafarian yang cenderung mistis dan sakral, karena itu temponya akan
lebih kalem dan bertitik berat pada masalah sosial, politik serta pesan
manusiawi.
Reggae Bukan Asli dari Jamaika
Reggae
memang adalah musik unik bagi Jamaika, ironisnya akarnya berasal dari
New Orleans R&B. Nenek moyang terdekatnya, ska berasal berasal dari
New Orleans R&B yang didengar para musisi Jamaika dari siaran radio
Amrik lewat radio transistor mereka. Dengan berpedoman pada iringan
gitar pas - pasan dan putus - putusadalah interprestasi mereka akan
R&B dan mampu jadi populer di tahun 60an. Selanjutnya semasa musim
panas yang terik, merekapun kepanasan kalo musti mainin ska plus
tarinya, hasilnya lagunya diperlambat dan lahirlah Reggae. Sejak itu,
Reggae terbukti bisa jadi sekuat Blues dan memiliki kekuatan
interprestasi yang juga bisa meminjam dari Rocksteady (dulu) dan bahkan
musik Rock (sekarang). Musik Afrika pada dasarnya ada di kehidupan
sehari-hari, baik itu di jalan, bus, tempat umum, tempat kerja ato rumah
yang jadi semacam semangat saat kondisi sulit dan mampu memberikan
kekuatan dan pesan tersendiri. Hasilnya, Reggae musik bukan cuma
memberikan relaksasi, tapi juga membawa pesan cinta, damai, kesatuan dan
keseimbangan serta mampu mengendurkan ketegangan.
Pengaruh Musik Reggae
Saat
rekaman Jamaika telah tersebar ke seluruh dunia, sulit rasanya
menyebutkan berapa banyak genre musik popular sebesar Reggae selama dua
dekade. Hits - hits Reggae bahkan kemudian telah dikuasai oleh bintang
Rock asli mulai Eric Clapton sampai Stones hingga Clash dan Fugees.
Disamping itu, Reggae juga dianggap banyak mempengaruhi pesona tari
dunia tersendiri. Budaya 'Dancehall' Jamaika yang menonjol plus sound
system megawatt, rekaman yang eksklusif, iringan drum dan bass, dan
lantunan rap dengan iringannya telah menjadi budaya tari dan tampilan
yang luar biasa. Inovasi Reggae lainnya adalah Dub remix yang sudah
diasimilasi menjadi musik populer lainnya lebih luas lagi.
Musik Reggae
Tahun
1968 banyak disebut sebagai tahun kelahiran musik reggae. Sebenarnya
tidak ada kejadian khusus yang menjadi penanda awal muasalnya, kecuali
peralihan selera musik masyarakat Jamaika dari Ska dan Rocsteady, yang
sempat populer di kalangan muda pada paruh awal hingga akhir tahun
1960-an, pada irama musik baru yang bertempo lebih lambat : reggae.
Boleh jadi hingar bingar dan tempo cepat Ska dan Rocksteady kurang
mengena dengan kondisi sosial dan ekonomi di Jamaika yang sedang penuh
tekanan.
Kata “reggae” diduga
berasal dari pengucapan dalam logat Afrika dari kata “ragged” (gerak
kagok–seperti hentak badan pada orang yang menari dengan iringan musik
ska atau reggae). Irama musik reggae sendiri dipengaruhi elemen musik
R&B yang lahir di New Orleans, Soul, Rock, ritmik Afro-Caribean
(Calypso, Merengue, Rhumba) dan musik rakyat Jamaika yang disebut Mento,
yang kaya dengan irama Afrika. Irama musik yang banyak dianggap menjadi
pendahulu reggae adalah Ska dan Rocksteady, bentuk interpretasi musikal
R&B yang berkembang di Jamaika yang sarat dengan pengaruh musik
Afro-Amerika. Secara teknis dan musikal banyak eksplorasi yang dilakukan
musisi Ska, diantaranya cara mengocok gitar secara terbalik
(up-strokes) , memberi tekanan nada pada nada lemah (syncopated) dan
ketukan drum multi-ritmik yang kompleks.
Teknik
para musisi Ska dan Rocsteady dalam memainkan alat musik, banyak
ditirukan oleh musisi reggae. Namun tempo musiknya jauh lebih lambat
dengan dentum bas dan rhythm guitar lebih menonjol. Karakter vokal
biasanya berat dengan pola lagu seperti pepujian (chant), yang
dipengaruhi pula irama tetabuhan, cara menyanyi dan mistik dari
Rastafari. Tempo musik yang lebih lambat, pada saatnya mendukung
penyampaian pesan melalui lirik lagu yang terkait dengan tradisi religi
Rastafari dan permasalahan sosial politik humanistik dan universal.
Album
“Catch A Fire” (1972) yang diluncurkan Bob Marley and The Wailers
dengan cepat melambungkan reggae hingga ke luar Jamaika. Kepopuleran
reggae di Amerika Serikat ditunjang pula oleh film The Harder They Come
(1973) dan dimainkannya irama reggae oleh para pemusik kulit putih
seperti Eric Clapton, Paul Simon, Lee ‘Scratch’ Perry dan UB40. Irama
reggae pun kemudian mempengaruhi aliran-aliran musik pada dekade
setelahnya, sebut saja varian reggae hip hop, reggae rock, blues, dan
sebagainya.
Jamaika
Akar
musikal reggae terkait erat dengan tanah yang melahirkannya: Jamaika.
Saat ditemukan oleh Columbus pada abad ke-15, Jamaika adalah sebuah
pulau yang dihuni oleh suku Indian Arawak. Nama Jamaika sendiri berasal
dari kosa kata Arawak “xaymaca” yang berarti “pulau hutan dan air”.
Kolonialisme Spanyol dan Inggris pada abad ke-16 memunahkan suku Arawak,
yang kemudian digantikan oleh ribuan budak belian berkulit hitam dari
daratan Afrika. Budak-budak tersebut dipekerjakan pada industri gula dan
perkebunan yang bertebaran di sana. Sejarah kelam penindasan antar
manusia pun dimulai dan berlangsung hingga lebih dari dua abad. Baru
pada tahun 1838 praktek perbudakan dihapus, yang diikuti pula dengan
melesunya perdagangan gula dunia.
Di
tengah kerja berat dan ancaman penindasan, kaum budak Afrika memelihara
keterikatan pada tanah kelahiran mereka dengan mempertahankan tradisi.
Mereka mengisahkan kehidupan di Afrika dengan nyanyian (chant) dan
bebunyian (drumming) sederhana. Interaksi dengan kaum majikan yang
berasal dari Eropa pun membekaskan produk silang budaya yang akhirnya
menjadi tradisi folk asli Jamaika. Bila komunitas kulit hitam di Amerika
atau Eropa dengan cepat luntur identitas Afrika mereka, sebaliknya
komunitas kulit hitam Jamaika masih merasakan kedekatan dengan tanah
leluhur.
Musik reggae sendiri
pada awalnya lahir dari jalanan Getho (perkampungan kaum rastafaria) di
Kingson ibu kota Jamaika. Inilah yang menyebabkan gaya rambut gimbal
menghiasi para musisi reggae awal dan lirik-lirik lagu reggae sarat
dengan muatan ajaran rastafari yakni kebebasan, perdamaian, dan
keindahan alam, serta gaya hidup bohemian. Masuknya reggae sebagai salah
satu unsur musik dunia yang juga mempengaruhi banyak musisi dunia
lainnya, otomatis mengakibatkan aliran musik satu ini menjadi barang
konsumsi publik dunia. Maka, gaya rambut gimbal atau dreadlock serta
lirik-lirik ‘rasta’ dalam lagunya pun menjadi konsumsi publik. Dalam
kata lain, dreadlock dan ajaran rasta telah menjadi produksi pop,
menjadi budaya pop, seiring berkembangnya musik reggae sebagai sebuah
musik pop.
Musik reggae,
sebutan rastaman, telah menjadi satu bentuk subkultur baru di negeri
ini, di mana dengannya anak muda menentukan dan menggolongkan dirinya.
Di sini, musik reggae menjadi penting sebagai sebuah selera, dan
rastaman menjadi sebuah identitas komunal kelompok social tertentu.
Tinggal bagaimana para pengamat social dan juga para anggota komunitas
itu memahami diri dan kultur yang dipilihnya, agar tidak terjadi
penafsiran keliru yang berbahaya bagi mereka. Penggunaan ganja adalah
salah satu contohnya, di mana reggae tidak identik dengan ganja serta
rastafarianisme pun bukanlah sebuah komunitas para penghisap ganja.
Sebuah
lagu dari “Peter Tosh” (nama aslinya Peter McIntosh), pentolan The
Wairles yang akhirnya bersolo karier. Dalam lagu ini, Peter Tosh
menyatakan dukungannya dan tuntutannya untuk melegalkan ganja. Karena
lagu ini, ia sempat ditangkap dan disiksa polisi Jamaika.
Menurut
sejarah Jamaica, budak yang membawa drum dari Africa disebut “Burru”
yang jadi bagian aransemen lagu yang disebut “talking drums” (drum yang
bicara) yang asli dari Africa Barat. “Jonkanoo” adalah musik budaya
campuran Afrika, Eropa dan Jamaika yang terdiri dari permainan drum,
rattle (alat musik berderik) dan conch tiup. Acara ini muncul saat natal
dilengkapi penari topeng. Jonkanoos pada awalnya adalah tarian para
petani, yang belakangan baru disadari bahwa sebenarnya mereka
berkomunikasi dengan drum dan conch itu. Tahun berikutnya, Calypso dari
Trinidad & Tobago datang membawa Samba yang berasal dari Amerika
Tengah dan diperkenalkan ke orang - orang Jamaika untuk membentuk sebuah
campuran baru yang disebut Mento. Mento sendiri adalah musik sederhana
dengan lirik lucu diiringi gitar, banjo, tambourine, shaker, scraper dan
rumba atau kotak bass. Bentuk ini kemudian populer pada tahun 20 dan
30an dan merupakan bentuk musik Jamaika pertama yang menarik perhatian
seluruh pulaunya. Saat ini Mento masih bisa dinikmati sajian turisme.
SKA yang sudah muncul pada tahun 40 - 50an sebenarnya disebutkan oleh
History of Jamaican Music, dipengaruhi oleh Swing, Rythym & Blues
dari Amrik. SKA sebenarnya adalah suara big band dengan aransemen horn
(alat tiup), piano, dan ketukan cepat “bop”. Ska kemudian dengan mudah
beralih dan menghasilkan bentuk tarian “skankin” pad awal 60an. Bintang
Jamaica awal antara lain Byron Lee and the Dragonaires yang dibentuk
pada 1956 yang kemudian dianggap sebagai pencipta “ska”. Perkembangan
Ska yang kemudian melambatkan temponya pada pertengahan 60an memunculkan
“Rock Steady” yang punta tune bass berat dan dipopulerkan oleh Leroy
Sibbles dari group Heptones dan menjadi musik dance Jamaika pertama di
60an.
“Reggae & Rasta”
Bob
Marley tentunya adalah bimtang musik “dunia ketiga” pertama yang jadi
penyanyi group Bob Marley & The Wailers dan berhasil memperkenalkan
reggae lebih universal. Meskipun demikian, reggae dianggap banyak orang
sebagai peninggalan King of Reggae Music, Hon. Robert Nesta Marley.
Ditambah lagi dengan hadirnya “The Harder they Come” pada tahun 1973,
Reggae tambah dikenal banyak orang. Meninggalnya Bob Marley kemudian
memang membawa kesedihan besar buat dunia, namun penerusnya seperti
Freddie McGregor, Dennis Brown, Garnett Silk, Marcia Fiffths dan Rita
Marley serta beberapa kerabat keluarga Marley bermunculan. Rasta adalah
jelas pembentuk musik Reggae yang dijadikan senjata oleh Bob Marley
untuk menyebarkan Rasta keseluruh dunia. Musik yang luar biasa ini
tumbuh dari ska yang menjadi elemen style American R&B dan
Carribean. Beberapa pendapat menyatakan juga ada pengaruh : folk music,
musik gereja Pocomania, Band jonkanoo, upacara - upacara petani, lagu
kerja tanam, dan bentuk mento. Nyahbingi adalah bentuk musik paling
alami yang sering dimainkan pada saat pertemuan - pertemuan Rasta,
menggunakan 3 drum tangan (bass, funde dan repeater : contoh ada di
Mystic Revelation of Rastafari). Akar reggae sendiri selalu menyelami
tema penderitaan buruh paksa (ghetto dweller), budak di Babylon, Haile
Selassie (semacam manusia dewa) dan harapan kembalinya Afrika. Setelah
Jamaica merdeka 1962, buruknya perkembangan pemerintahan dan pergerakan
Black Power di US kemudian mendorong bangkitnya Rasta. Berbagai kejadian
monumentalpun terjadi seiring perkembangan ini.
“Apa sih Reggae”
Reggae
sendiri adalah kombinasi dari iringan tradisional Afrika, Amerika dan
Blues serta folk (lagu rakyat) Jamaika. Gaya sintesis ini jelas
menunjukkan keaslian Jamaika dan memasukkan ketukan putus - putus
tersendiri, strumming gitar ke arah atas, pola vokal yang ‘berkotbah’
dan lirik yang masih seputar tradisi religius Rastafari. Meski banyak
keuntungan komersial yang sudah didapat dari reggae, Babylon (Jamaika),
pemerintah yang ketat seringkali dianggap membatasi gerak namun bukan
aspek politis Rastafarinya. “Reg-ay” bisa dibilang muncul dari anggapan
bahwa reggae adalah style musik Jamaika yang berdasar musik soul Amerika
namun dengan ritem yang ‘dibalik’ dan jalinan bass yang menonjol. Tema
yang diangkat emang sering sekitar Rastafari, protes politik, dan rudie
(pahlawan hooligan). Bentuk yang ada sebelumnya (ska & rocksteady)
kelihatan lebih kuat pengaruh musik Afrika - Amerika-nya walaupun
permainan gitarnya juga mengisi ‘lubang - lubang’ iringan yang kosong
serta drum yang kompleks. Di Reggae kontemporer, permainan drum diambil
dari ritual Rastafarian yang cenderung mistis dan sakral, karena itu
temponya akan lebih kalem dan bertitik berat pada masalah sosial,
politik serta pesan manusiawi.
“Tidak asli Jamaika”
Reggae
memang adalah musik unik bagi Jamaika, ironisnya akarnya berasal dari
New Orleans R&B. Nenek moyang terdekatnya, ska berasal berasal dari
New Orleans R&B yang didengar para musisi Jamaika dari siaran radio
Amrik lewat radio transistor mereka. Dengan berpedoman pada iringan
gitar pas - pasan dan putus - putusadalah interprestasi mereka akan
R&B dan mampu jadi populer di tahun 60an. Selanjutnya semasa musim
panas yang terik, merekapun kepanasan kalo musti mainin ska plus
tarinya, hasilnya lagunya diperlambat dan lahirlah Reggae. Sejak itu,
Reggae terbukti bisa jadi sekuat Blues dan memiliki kekuatan
interprestasi yang juga bisa meminjam dari Rocksteady (dulu) dan bahkan
musik Rock (sekarang). Musik Afrika pada dasarnya ada di kehidupan
sehari-hari, baik itu di jalan, bus, tempat umum, tempat kerja ato rumah
yang jadi semacam semangat saat kondisi sulit dan mampu memberikan
kekuatan dan pesan tersendiri. Hasilnya, Reggae musik bukan cuma
memberikan relaksasi, tapi juga membawa pesan cinta, damai, kesatuan dan
keseimbangan serta mampu mengendurkan ketegangan.
“It’s Influences”
Saat
rekaman Jamaika telah tersebar ke seluruh dunia, sulit rasanya
menyebutkan berapa banyak genre musik popular sebesar Reggae selama dua
dekade. Hits - hits Reggae bahkan kemudian telah dikuasai oleh bintang
Rock asli mulai Eric Clapton sampai Stones hingga Clash dan Fugees.
Disamping itu, Reggae juga dianggap banyak mempengaruhi pesona tari
dunia tersendiri. Budaya ‘Dancehall’ Jamaika yang menonjol plus sound
system megawatt, rekaman yang eksklusif, iringan drum dan bass, dan
lantunan rap dengan iringannya telah menjadi budaya tari dan tampilan
yang luar biasa.Inovasi Reggae lainnya adalah Dub remix yang sudah
diasimilasi menjadi musik populer lainnya lebih luas lagi.
Tahun 1968 banyak disebut sebagai tahun kelahiran musik reggae.
Sebenarnya tidak ada kejadian khusus yang menjadi penanda awal
muasalnya, kecuali peralihan selera musik masyarakat Jamaika dari Ska
dan Rocsteady, yang sempat populer di kalangan muda pada paruh awal
hingga akhir tahun 1960-an, pada irama musik baru yang bertempo lebih
lambat : reggae. Boleh jadi hingar bingar dan tempo cepat Ska dan
Rocksteady kurang mengena dengan kondisi sosial dan ekonomi di Jamaika
yang sedang penuh tekanan.
Kata “reggae” diduga berasal dari
pengucapan dalam logat Afrika dari kata “ragged” (gerak kagok–seperti
hentak badan pada orang yang menari dengan iringan musik ska atau
reggae). Irama musik reggae sendiri dipengaruhi elemen musik R&B
yang lahir di New Orleans, Soul, Rock, ritmik Afro-Caribean (Calypso,
Merengue, Rhumba) dan musik rakyat Jamaika yang disebut Mento, yang kaya
dengan irama Afrika. Irama musik yang banyak dianggap menjadi pendahulu
reggae adalah Ska dan Rocksteady, bentuk interpretasi musikal R&B
yang berkembang di Jamaika yang sarat dengan pengaruh musik
Afro-Amerika. Secara teknis dan musikal banyak eksplorasi yang dilakukan
musisi Ska, diantaranya cara mengocok gitar secara terbalik
(up-strokes), memberi tekanan nada pada nada lemah (syncopated) dan
ketukan drum multi-ritmik yang kompleks.
Teknik para musisi Ska
dan Rocsteady dalam memainkan alat musik, banyak ditirukan oleh musisi
reggae. Namun tempo musiknya jauh lebih lambat dengan dentum bas dan
rhythm guitar lebih menonjol. Karakter vokal biasanya berat dengan pola
lagu seperti pepujian (chant), yang dipengaruhi pula irama tetabuhan,
cara menyanyi dan mistik dari Rastafari. Tempo musik yang lebih lambat,
pada saatnya mendukung penyampaian pesan melalui lirik lagu yang terkait
dengan tradisi religi Rastafari dan permasalahan sosial politik
humanistik dan universal.
Album “Catch A Fire” (1972) yang
diluncurkan Bob Marley and The Wailers dengan cepat melambungkan reggae
hingga ke luar Jamaika. Kepopuleran reggae di Amerika Serikat ditunjang
pula oleh film The Harder They Come (1973) dan dimainkannya irama reggae
oleh para pemusik kulit putih seperti Eric Clapton, Paul Simon, Lee
‘Scratch’ Perry dan UB40. Irama reggae pun kemudian mempengaruhi
aliran-aliran musik pada dekade setelahnya, sebut saja varian reggae hip
hop, reggae rock, blues, dan sebagainya.
JamaikaAkar
musikal reggae terkait erat dengan tanah yang melahirkannya: Jamaika.
Saat ditemukan oleh Columbus pada abad ke-15, Jamaika adalah sebuah
pulau yang dihuni oleh suku Indian Arawak. Nama Jamaika sendiri berasal
dari kosa kata Arawak “xaymaca” yang berarti “pulau hutan dan air”.
Kolonialisme Spanyol dan Inggris pada abad ke-16 memunahkan suku Arawak,
yang kemudian digantikan oleh ribuan budak belian berkulit hitam dari
daratan Afrika. Budak-budak tersebut dipekerjakan pada industri gula dan
perkebunan yang bertebaran di sana. Sejarah kelam penindasan antar
manusia pun dimulai dan berlangsung hingga lebih dari dua abad. Baru
pada tahun 1838 praktek perbudakan dihapus, yang diikuti pula dengan
melesunya perdagangan gula dunia.
Di tengah kerja berat dan
ancaman penindasan, kaum budak Afrika memelihara keterikatan pada tanah
kelahiran mereka dengan mempertahankan tradisi. Mereka mengisahkan
kehidupan di Afrika dengan nyanyian (chant) dan bebunyian (drumming)
sederhana. Interaksi dengan kaum majikan yang berasal dari Eropa pun
membekaskan produk silang budaya yang akhirnya menjadi tradisi folk asli
Jamaika. Bila komunitas kulit hitam di Amerika atau Eropa dengan cepat
luntur identitas Afrika mereka, sebaliknya komunitas kulit hitam Jamaika
masih merasakan kedekatan dengan tanah leluhur.
Sejarah gerakan
penyadaran identitas kaum kulit hitam, yang kemudian bertemali erat
dengan keberadaan musik reggae, mulai disemai pada awal abad ke-20.
Adalah Marcus Mosiah Garvey, seorang pendeta dan aktivis kulit hitam
Jamaika, yang melontarkan gagasan “Afrika untuk Bangsa Afrika…” dan
menyerukan gerakan repatriasi (pemulangan kembali) masyarakat kulit
hitam di luar Afrika. Pada tahun 1914, Garvey mendirikan Universal Negro
Improvement Association (UNIA), gerakan sosio-religius yang dinilai
sebagai gerakan kesadaran identitas baru bagi kaum kulit hitam.
Pada
tahun 1916-1922, Garvey meninggalkan Jamaika untuk membangun markas UNIA
di Harlem, New York. Konon sampai tahun 1922, UNIA memiliki lebih dari 7
juta orang pengikut. Antara tahun 1928-1930 Garvey kembali ke Jamaika
dan terlibat dalam perjuangan politik kaum hitam dan pada tahun 1929
Garvey meramalkan datangnya seorang raja Afrika yang menandai pembebasan
ras kulit hitam dari penindasan kaum Babylon (sebutan untuk pemerintah
kolonial kulit putih—merujuk pada kisah kitab suci tentang kaum Babylon
yang menindas bangsa Israel). Ketika Ras Tafari Makonnen dinobatkan
sebagai raja Ethiopia di tahun 1930, yang bergelar HIM Haile Selassie I,
para pengikut ajaran Garvey menganggap Ras Tafari sebagai sosok
pembebas itu. Mereka juga menganggap Ethiopia sebagai Zion—tanah damai
bak surga—bagi kaum kulit hitam di dalam maupun luar Afrika. Ajaran
Garvey pun mewujud menjadi religi baru bernama Rastafari dengan Haile
Selassie sebagai sosok yang di-tuhan-kan
Pada bulan April 1966,
karena ancaman pertentangan sosial yang melibatkan kaum Rasta,
pemerintah Jamaika mengundang HIM Haile Selassie I untuk berkunjung
menjumpai penghayat Rastafari. Dia menyampaikan pesan menyediakan tanah
di Ethiopia Selatan untuk repatriasi Rasta. Namun Haile Selassie juga
menekankan perlunya Rasta untuk membebaskan Jamaika dari penindasan dan
ketidak adilan dan menjadikan Rastafari sebagai jalan hidup, sebelum
mereka eksodus ke Ethiopia.
Tahun-tahun setelahnya kredo gerakan
tersebut makin tersebar luas, yakni “Bersatunya kemanusiaan adalah
pesannya, musik adalah modus operandinya, perdamaian di bumi seperti
halnya di surga (Zion) adalah tujuannya, memperjuangkan hak adalah
caranya dan melenyapkan segala bentuk penindasan fisik dan mental adalah
esensi perjuangannya.” Ketika Bob Marley menjadi pengikut Rastafari di
tahun 1967 dan setahun kemudian disusul kelahiran reggae, maka modus
operandi penyebaran ajaran Rastafari pun ditemukan: reggae!
Bob Marley, Nabi Para RastaTerlahir
dengan nama Robert Nesta Marley pada Februari 1945 di St. Ann, Jamaika,
Bob Marley berayahkan seorang kulit putih dan ibu kulit hitam. Pada
tahun 1950-an Bob beserta keluarganya pindah ke ibu kota Jamaika,
Kingston. Di kota inilah obsesinya terhadap musik sebagai profesi
menemukan pelampiasan. Waktu itu Bob Marley banyak mendengarkan musik
R&B dan soul, yang kemudian hari menjadi inspirasi irama reggae,
melalui siaran radio Amerika. Selain itu di jalanan Kingston dia
menikmati hentakan irama Ska dan Steadybeat dan kemudian mencoba
memainkannya sendiri di studio-studio musik kecil di Kingston.
Bersama
Peter McIntosh dan Bunny Livingston, Bob membentuk The Wailing Wailers
yang mengeluarkan album perdana di tahun 1963 dengan hit “Simmer Down”.
Lirik lagu mereka banyak berkisah tentang “rude bwai” (rude boy),
anak-anak muda yang mencari identitas diri dengan menjadi berandalan di
jalanan Kingston. The Wailing Wailers bubar pada pertengahan 1960-an dan
sempat membuat penggagasnya patah arang hingga memutuskan untuk
berkelana di Amerika. Pada bulan April 1966 Bob kembali ke Jamaika,
bertepatan dengan kunjungan HIM Haile Selassie I —raja Ethiopia– ke
Jamaika untuk bertemu penganut Rastafari. Kharisma sang raja membawa Bob
menjadi penghayat ajaran Rastafari pada tahun 1967, dan bersama The
Wailer, band barunya yang dibentuk setahun kemudian bersama dua personil
lawas Mc Intosh dan Livingston, dia menyuarakan nilai-nilai ajaran
Rasta melalui reggae. Penganut Rastafari lantas menganggap Bob
menjalankan peran profetik sebagaimana para nabi, menyebarkan inspirasi
dan nilai Rasta melalui lagu-lagunya.
The Wailers bubar di tahun
1971, namun Bob segera membentuk band baru bernama Bob Marley and The
Wailers. Tahun 1972 album Catch A Fire diluncurkan. Menyusul kemudian
Burning (1973–berisi hits “Get Up, Stand Up” dan “ I Shot the Sheriff”
yang dipopulerkan Eric Clapton), Natty Dread (1975), Rastaman Vibration
(1976) dan Uprising (1981) yang makin memantapkan reggae sebagai musik
mainstream dengan Bob Marley sebagai ikonnya.
Pada tahun 1978, Bob
Marley menerima Medali Perdamaian dari PBB sebagai penghargaan atas
upayanya mempromosikan perdamaian melalui lagu-lagunya. Sayang, kanker
mengakhiri hidupnya pada 11 Mei 1981 saat usia 36 tahun di ranjang rumah
sakit Miami, AS, seusai menggelar konser internasional di Jerman. Sang
Nabi kaum Rasta telah berpulang, namun inspirasi humanistiknya tetap
mengalun sepanjang zaman.
One Love! One Heart!
Lets get together and feel all right.
Hear the children cryin (One Love!);
Hear the children cryin (One Heart!)
(One Love / People Get Ready)DreadlockSelain
Bob Marley dan Jamaika, rambut gimbal atau lazim disebut “dreadlocks”
menjadi titik perhatian dalam fenomena reggae. Saat ini dreadlock selalu
diidentikkan dengan musik reggae, sehingga secara kaprah orang
menganggap bahwa para pemusik reggae yang melahirkan gaya rambut
bersilang-belit (locks) itu. Padahal jauh sebelum menjadi gaya, rambut
gimbal telah menyusuri sejarah panjang.
Konon, rambut gimbal sudah
dikenal sejak tahun 2500 SM. Sosok Tutankhamen, seorang fir’aun dari
masa Mesir Kuno, digambarkan memelihara rambut gimbal. Demikian juga
Dewa Shiwa dalam agama Hindu. Secara kultural, sejak beratus tahun yang
lalu banyak suku asli di Afrika, Australia dan New Guinea yang dikenal
dengan rambut gimbalnya. Di daerah Dieng, Wonosobo hingga kini masih
tersisa adat memelihara rambut gimbal para balita sebagai ungkapan
spiritualitas tradisional.
Membiarkan rambut tumbuh memanjang
tanpa perawatan, sehingga akhirnya saling membelit membentuk gimbal,
memang telah menjadi bagian praktek gerakan-gerakan spiritualitas di
kebudayaan Barat maupun Timur. Kaum Nazarit di Barat, dan para penganut
Yogi, Gyani dan Tapasvi dari segala sekte di India, memiliki rambut
gimbal yang dimaksudkan sebagai pengingkaran pada penampilan fisik yang
fana, menjadi bagian dari jalan spiritual yang mereka tempuh. Selain itu
ada kepercayaan bahwa rambut gimbal membantu meningkatkan daya tahan
tubuh, kekuatan mental-spiritual dan supernatural. Keyakinan tersebut
dilatari kepercayaan bahwa energi mental dan spiritual manusia keluar
melalui ubun-ubun dan rambut, sehingga ketika rambut terkunci belitan
maka energi itu akan tertahan dalam tubuh.
Seiring dimulainya
masa industrial pada abad ke-19, rambut gimbal mulai sulit diketemukan
di daerah Barat. Sampai ketika pada tahun 1914 Marcus Garvey
memperkenalkan gerakan religi dan penyadaran identitas kulit hitam lewat
UNIA, aspek spiritualitas rambut gimbal dalam agama Hindu dan kaum
tribal Afrika diadopsi oleh pengikut gerakan ini. Mereka menyebut diri
sebagai kaum “Dread” untuk menyatakan bahwa mereka memiliki rasa gentar
dan hormat (dread) pada Tuhan. Rambut gimbal para Dread iniah yang
memunculkan istilah dreadlocks—tatanan rambut para Dread. Saat
Rastafarianisme menjadi religi yang dikukuhi kelompok ini pada tahun
1930-an, dreadlocks juga menjelma menjadi simbolisasi sosial Rasta
(pengikut ajaran Rastafari).
Simbolisasi ini kental terlihat
ketika pada tahun 1930-an Jamaika mengalami gejolak sosial dan politik.
Kelompok Rasta merasa tidak puas dengan kondisi sosial dan pemerintah
yang ada, lantas membentuk masyarakat tersendiri yang tinggal di
tenda-tenda yang didirikan diantara semak belukar. Mereka memiliki
tatanan nilai dan praktek keagamaan tersendiri, termasuk memelihara
rambut gimbal. Dreadlocks juga mereka praktekkan sebagai pembeda dari
para “baldhead” (sebutan untuk orang kulit putih berambut pirang), yang
mereka golongkan sebagai kaum Babylon—istilah untuk penguasa penindas.
Pertengahan tahun 1960-an perkemahan kelompok Rasta ditutup dan mereka
dipindahkan ke daerah Kingston, seperti di kota Trench Town dan
Greenwich, tempat dimana musik reggae lahir pada tahun 1968.
Ketika
musik reggae memasuki arus besar musik dunia pada akhir tahun 1970-an,
tak pelak lagi sosok Bob Marley dan rambut gimbalnya menjadi ikon baru
yang dipuja-puja. Dreadlock dengan segera menjadi sebuah trend baru
dalam tata rambut dan cenderung lepas dari nilai spiritualitasnya.
Apalagi ketika pada tahun 1990-an, dreadlocks mewarnai penampilan para
musisi rock dan menjadi bagian dari fashion dunia. Dreadlock yang
biasanya membutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk terbentuk, sejak
saat itu bisa dibuat oleh salon-salon rambut hanya dalam lima jam! Aneka
gaya dreadlock pun ditawarkan, termasuk rambut aneka warna dan “dread
perms” alias gaya dreadlock yang permanen.
Meski cenderung lebih
identik dengan fashion, secara mendasar dreadlock tetap menjadi bentuk
ungkap semangat anti kekerasan, anti kemapanan dan solidaritas untuk
kalangan minoritas tertindas.